Ancaman Anak Indonesia Tak Hanya Stunting, Obesitas Juga Mengintai
Anak penyandang obesitas, Satia Putra, yang dalam usia 7 tahun sudah memiliki berat badan mencapai 101 kg. (Antara/M Ibnu Chazar/wsj)

Bagikan:

JAKARTA – Tren status anak dengan obesitas cenderung menurun sekiranya dalam lima tahun terakhir. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi kegemukan pada anak berusia 5 hingga 12 tahun mencapai 20 persen dengan rincian gizi lebih 10,8 persen dan obesitas 9,2 persen.

Namun, dari hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, secara nasional angka kegemukan anak di Indonesia hanya tinggal 3,5 persen. Kendati begitu, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso meminta orangtua tetap harus waspada.

Sebab, saat ini, banyak sekali makanan dan minuman jajanan anak yang tinggi gula dan tinggi tepung. Belum lagi terkait kebiasaan anak bermain gadget.

“Godaannya sangat banyak sekali, terutama untuk remaja. Iklan makanan dan minuman manis sangat luar biasa saat ini. Bila anak sudah suka mengonsumsi minuman tinggi gula, ditambah lagi malas gerak, ini sangat rentan terserang obesitas,” kata Piprim saat media briefing secara virtual bertajuk ‘Obesitas pada Anak dan Dampaknya’ pada 7 Maret 2023.

Cara terbaik mencegah obesitas kepada anak tentu dengan memberikan makanan yang mengandung protein hewani, buah-buahan, dan sayuran. Atau real food, menu makanan tanpa proses masak yang berlebihan. Sehingga, lebih bebas bahan kimia tambahan yang tidak diperlukan, tentunya juga kaya nutrisi.

Kegemukan atau obesitas menjadi ancaman serius bagi anak Indonesia selain stunting. (Antara)

“Untuk balita, protein hewani bisa diberikan ketika anak sudah mendapatkan makanan pendamping ASI. Protein hewani bisa didapat misalnya dari olahan telur, pepes ikan, ayam rica-rica, rendang, dan banyak lagi. Makanan ini bisa lebih mengenyangkan. Anak tidak gampang lapar,” tuturnya.

Berbeda dengan asupan yang tinggi karbohidrat cepat serap. Ketika mengonsumsi, gula darah akan cepat naik dan turun. Sehingga, anak akan lebih cepat merasa lapar.

“Sedangkan untuk minuman manis dapat diganti dengan pemanis rendah kalori. Intinya, mengubah pola makan menjadi langkah pertama mencegah dan mengatasi obesitas pada anak. Bila pola makan sudah terjaga, lanjutkan dengan membiasakan anak melakukan gerak tubuh,” Piprim melanjutkan.

Selain itu, tambah Ketua Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi IDAI, Muhammad Faizi, masyarakat juga harus bisa mengubah pandangan bahwa anak gemuk itu lucu dan gemesin.

“Tidak seperti itu. Anak gemuk jangan dianggap sebagai kondisi sehat dan lucu, justru sebaliknya, potensi obesitas,” ucapnya dalam kesempatan sama.

Dampak Tumbuh Kembang

Obesitas dapat memiliki dampak buruk terhadap kesehatan dan tumbuh kembang anak, termasuk aspek psikososial. Anak rentan terserang penyakit asma, rentan mengalami permasalahan tulang, sendi, dan otot, serta berisiko besar mengidap penyakit kardiovaskular, seperti jantung, obesitas, dan stroke.

Selain itu, anak juga rentan mengalami perundungan, viktimisasi, dan pengucilan yang bisa mengakibatkan penurunan prestasi akademik.

Sehingga, kata Piprim, “Selain stunting, obesitas juga perlu menjadi perhatian karena ada 11 persen anak Indonesia yang menderita obesitas, selalu perhatikan tinggi dan berat badan anak apakah sudah ideal.”

Berat badan ideal anak usia 1-5 tahun menurut WHO adalah sebagai berikut:

1 tahun: perempuan 8,9 kg, laki-laki 9,6 kg

2 tahun: perempuan 11,5 kg, laki-laki 12,5 kg

3 tahun: perempuan 13,9 kg, laki-laki 14,3 kg

4 tahun: perempuan 16,1 kg, laki-laki 16,3 kg

5 tahun: perempuan 18,2 kg, laki-laki 18,3 kg

Berikan makanan yang kaya nutrisi, sehingga anak tidak mengalami obesitas. (Antara/Maria Cicilia Galuh)

Standar deviasi sekitar 2-3 kg. Jika anak memiliki berat badan kurang atau lebih 2-3 kg dari angka tersebut, maka masih tergolong ideal.

Sementara, berat badan ideal anak usia 6-12 tahun menurut data Centers for Disease Control (CDC) sesuai dengan tinggi badan anak, idealnya:

Laki-laki

6 tahun: berat badan 21 kg, tinggi badan 116 cm

7 tahun: berat badan 23 kg, tinggi badan 122 cm

8 tahun: berat badan 26 kg, tinggi badan 128 cm

9 tahun: berat badan 29 kg, tinggi badan 134 cm

10 tahun: berat badan 32 kg, tinggi badan 139 cm

11 tahun: berat badan 36 kg, tinggi badan 144 cm

12 tahun: berat badan 41 kg, tinggi badan 149 cm

Perempuan

6 tahun: berat badan 20 kg, tinggi badan 115 cm

7 tahun: berat badan 23 kg, tinggi badan 122 cm

8 tahun: berat badan 26 kg, tinggi badan 128 cm

9 tahun: berat badan 29 kg, tinggi badan 133 cm

10 tahun: berat badan 33 kg, tinggi badan 138 cm

11 tahun: berat badan 37 kg, tinggi badan 144 cm

12 tahun: berat badan 42 kg, tinggi badan 152 cm

Bila anak tidak memiliki berat dan tinggi badan ideal, belum tentu status gizi anak bermasalah. Anak dengan tubuh besar belum tentu tidak normal begitupun sebaliknya. Banyak masalah yang mempengaruhi pertumbuhan, bisa karena faktor genetik, penyakit kronis, nutrisi, atau olahraga.

Obesitas atau kelebihan berat badan dapat menyebabkan efek negatif untuk kesehatan, menurut WHO, obesitas menyebabkan 10,3 persen dari seluruh kematian di dunia.

“Semua harus menyadari gemuk itu tidak sehat. Kita perlu membuat ini menjadi tagline dengan harapan muncul kesadaran dari masyarakat untuk senantiasa waspada anaknya mengalami obesitas,” imbuh Faizi.